N A O M I J. R O A N O K E | official blog




Thursday, 1 March 2012

Dia



Ini semua Dia, Semua itu Dia, Dia  adalah semuanya 


Aku mendengarkan lagu ini. Hati rapuh ini tersentuh. Setiap kata dalam liriknya. Aku mengalaminya. Aku tak sedang berbohong. Aku menyanyikannya dan aku hampir menangis. Aku tak pernah bertemu dan megenal orang sekeras dia. Apa itu cinta? Apa itu benci? Bukankah keduanya memuakkan? 
Apa itu peduli? Apa itu percaya? Bukankah keduanya memiliki definisi yang berbeda dari kita. Lalu apa arti semua yang telah kita lakukan bersama selama itu? Aku tak mengerti. Begitu saja kau berubah lalu berpaling dan meninggalkanku tanpa menanyakan rasa itu. Aku merasa sakit, sakit yang aku tak akan biarkan seorang melihatnya. Senyum itu, aku tertawa, kau tahu, aku sedang bertahan. Melawan kehadiran raga itu. Aku jatuh dan tenggelam. Kau berjalan di ambang nafasku dan tak melihatku.
Bagaimana bisa aku menangis? Terlebih di dalam sepengetahuanmu, karena kau adalah alasan. Alasanku membuat satu-satunya pengecualian yang tak pernah ku buat dalam hidupku. Bodoh, semua yang tak pasti ini sudah aku berikan untuk di pertaruhkan. Tapi dia tak mengerti. Aku lelah dan ingin aku dapati waktu telah baik-baik saja. Aku mau semua ini tak berawal, karena saat ini semua begitu rumit dan aku tak bisa mempercayai siapapun dan aku...haha, lihat berapa banyak aku gunakan kata ‘aku’ dalam kalimatku. Betapa naif dan egois, siapa melihat permaafan? Yang ada hanya selamat tinggal dan sakit.
Saat detak jantungku tak sama dengan tarikan nafasku. Saat air mataku jatuh lalu mengering dengan sendirinya. Saat hatiku di cengkram oleh perasaan pilu. Saat semua sudah berbeda dan masa lalu yang semakin memudar. Aku hidup untuk merasakan mati.
Aku kenang semuanya, matamu, suaramu, senyummu, tawamu, sentuhanmu, semuanya. Semua yang kini ku sesalkan, permintaan yang tak pernah terucap. Lalu semua terjadi di luar sepengetahuanku. Saat semua begitu berarti, bahkan di setiap detiknya.
Apa dia tahu betapa kacau aku, hanya karena memikirkannya? Memikirkan kita?
Ini mimpi burukku. Kehilangan. Dan menerima itu tidaklah mudah.
Aku tak siap mengatakan selamat tinggal. Tak akan pernah,
Buat aku menjadi utuh.
Kau tahu, mengapa setiap kali itu, aku berpaling dan membuang muka? Itu karena aku tidak baik baik saja. Kau tahu betapa sulitnya berpura pura? Tersenyum, tertawa di depanmu. Bahagia?
Dan nyatanya adalah, aku tersiksa dan namamu ingin ku teriakkan. Namun lidahku kelu. Aku tersiksa aku ingin ragamu disisiku. Karena apa? Yang aku tahu selama ini, utuh adalah saat aku dan kau bersama.
Maafkan aku atas keegoisanku.
Kau tahu rasanya menahan ini sendirian? Benar benar sendiri maksudku.
Menyembunyikan semuanya, dan berpura baik baik saja. Kau tahu setiap malam aku menangis? Lalu saat aku terbangun nanti, aku melihat bayangan wajah yang menyedihkan terpantul di hadapanku.
Begitu sakit dan aku menderita, sampai aku tak bisa berpikir.
Inilah semua kekhawatiranku. Orang orang berubah.
Kau tahu?
Di sepanjang hidupku, aku tidak pernah merasa sebenar ini, saat aku berada di sampingmu. Saat paling bahagia di hidupku. Hal yang kurasa paling benar dari semua yang pernah kulakukan.
Tapi ini tidak bisa lagi? Apapun yang aku lakukan. Mintalah aku.
Seakan aku punya pilihan, aku hanya ingin berada di sisimu.
Aku tak peduli aku egois, biar saja, karena saat itu aku sangat hidup.
Aku tak akan bisa memandang mata itu.
Suara itu, suara yang selalu ingin ku dengar.
Dirimu
Betapa aku menginginkannya.
Saat ini, aku menulisnya. Aku menangis, aku mengingat semuanya. Dadaku serasa sesak, berat sekali untuk bernafas.
Kau tahu? Betapa aku ingin mengatakan selamat malam?
Telepon di sampingku serasa sangat menggodaku untuk menghubungimu.
Aku ingin meneriakkan namamu, mengutuknya, mengatakan betapa aku menyanyangimu, betapa aku merindukanku.
Kau memang berengsek,
Aku menggigit bibirku sendiri, aku bertahan dalam perasaanku sendiri
Tubuhku gemetar
Siapa yang bisa aku ajak bicara, menangis di hadapannya?
Karena aku benci terlihat lemah
Terlebih di hadapanmu
Aku memang mengacaukan semuanya, aku bodoh. Aku tahu.
Aku tak hentinya memaki diriku sendiri
Aku bersumpah, aku tak akan mengucapkan selamat tinggal padamu
Pernah terbayang jika kau pergi jauh kesana, bagaimana aku nanti? Aku bisa mati merasakan ini. Ya Tuhan.
Lalu aku tak pernah berhenti berpikir tentang bagaimana dirimu disini, sendiri,
Betapa aku peduli, betapa aku mencoba tidak peduli. Air mataku mulai mengering, dan tenggorokanku sakit menahan isak.
Demi Tuhan, demi semua yang telah berlalu. Aku tak akan menyangkalnya lagi, aku menyukaimu, aku menginginkanmu...


No comments:

Post a Comment

Coment