N A O M I J. R O A N O K E | official blog




Thursday, 1 March 2012

Air Mata dalam Deras Hujan






Ini dia, saat dimana terjadi yang lain. Ya, segala yang aku hindarkan. Semua kata kata yang tak berguna lagi untuk mengungkapkan apapun. Hanya diam.

Berapa lama sudah? Membuat keyakinan itu tetap hidup, hanya bisa membayangkan bahwa yang baik itu cukup baik. Nyatanya, tak cukup kuat untuk bertahan. Dan melepas adalah yang seharusnya.
Mata itu akan selalu sama, selalu dirindukan. Dan lagi, bagaimana aku tahu bahkan suara itu tertutup rapat, dan raga itu jauh di atas sana,  tak tersentuh bagaikan mimpi.
Keyakinan ini mulai karam tertelan dalamnya ombak kegelisahan. Jauh di sini kau tahu, aku masih begitu peduli. Siapapun ku mohon, bantu aku untuk menyerah, berhenti dan memperbaiki.
Aku tak butuh mesin waktu atau bahkan rasa penyesalan yang membakar kewarasanku aku hanya perlu menetap dan membuat segalanya baik baik saja.
Bolehkah kita menengok sedikit kebelakang? Bukan, tidak, kau salah aku tak berharap untuk kembali. Hanya lihatlah, berapa kali sudah “itu” terenggut dari ku, saat “hampir” itu sirna di depan mataku dan menghapus pengorbanan yang penuh pertaruhan.
Aku pernah merasa takut. Dan bukannya aku tidak menangis, bahkan aku mengais semua kenangan. Aku benci kerapuhan, aku tidak akan menunjukan pada siapapun yang aku hadapi, apa yang aku rasakan. Mereka tidak tahu apa apa tentang aku. 
Aku menangis sejadi jadinya di bawah selimutku, menahan isak dari kerongkonganku yang tercekat, menyembunyikan kesedihanku. Aku peluk diriku sendiri dan ku genggam erat erat selimut di atasku. Dan ya Tuhan, aku tak mau siapapun melihat kerapuhan ini, bahwa nyatanya aku tidak sekuat itu. Dan saat tengah malam aku menuruni tangga perlahan dan mengambil air hangat untuk mengompres kelopak mataku.
Terkadang saat aku bangun di pagi nanti masih kudapati bekas tangis semalam. Aku menangis seorang diri dan aku tak butuh seorang untuk menyeka air mataku, karena aku sanggup menghapusnya sendiri.
Walau terkadang itu sulit, kau lihat sendiri aku masih untuh sampai saat ini. Tak ada jaminan untuk hari esok. Siapa yang bisa memberi jaminan itu, bahagia? Cenayang manapun, ahli nujum, siapapun, tidak seorangpun.
Aku tidak berhati besar, aku bukan orang baik, aku tidak berlapang dada, aku keras, aku egois, katakan semuanya. Bangunkan aku!
Aku akan berteriak, mengumpat, mengutuk, tapi pada akhirnya aku sendiri dalam kisah tak sempurna ini, semua akan menjadi kesalahanku.
Ini ujian Tuhan kah? Atau jalan yang telah dipilihkanNya untuk ku. Bahkan kita telah sampai lagi di penghujung tahun. Lihatlah, daftar itu, dan pencapaiannya ini.
Aku serasa mati dalam hidup ini. Semua hanya buram dan jiwaku tertinggal jauh di masa lalu. Keraguan dan kekecewaan ini telah melahap habis hampir setiap bagian dariku.

No comments:

Post a Comment

Coment