Ya, cinta. Satu kata yang membuatmu tak cukup hanya menggaruk kepala untuk menemukan definisinya. Satu kata yang selalu membuatmu terpaksa menitikkan air mata. Bukan karena lidahmu yang kelu untuk menjabarkannya, ataukah naifnya dirimu untuk mengakuinya. Hanya saja kau terlalu takut akan hati dan pikiranmu sendiri, yang mungkin telah sering menggerus niat yang semestinya lurus. Menyimpangkan segalanya dari yang paling Cinta.
Ah, cinta. Aku pun tak mendapat ringkasannya secara jelas, pun narasinya yang tak tereja. Bukan sekadar ia yang abstrak dan membuatmu bergolak, ia yang samar seiring kencangnya dadamu berdebar, ia yang tersohor picisan namun merayapimu perlahan. Yang aku tahu, ia itu semakin berharga ketika kita tak bisa mendefinisikannya. Ia bukan hanya perhitungan seberapa kau memberi dan menerima, namun menjunjung keseimbangan di antara keduanya. Ia bukan antara aku, kamu atau kita, tapi ia jauh lebih mulia menghadirkan yang Maha Mulia.
Ah, cinta. Aku pun tak mendapat ringkasannya secara jelas, pun narasinya yang tak tereja. Bukan sekadar ia yang abstrak dan membuatmu bergolak, ia yang samar seiring kencangnya dadamu berdebar, ia yang tersohor picisan namun merayapimu perlahan. Yang aku tahu, ia itu semakin berharga ketika kita tak bisa mendefinisikannya. Ia bukan hanya perhitungan seberapa kau memberi dan menerima, namun menjunjung keseimbangan di antara keduanya. Ia bukan antara aku, kamu atau kita, tapi ia jauh lebih mulia menghadirkan yang Maha Mulia.
No comments:
Post a Comment
Coment