N A O M I J. R O A N O K E | official blog




Thursday, 1 March 2012

Aku dan Cinta Pertama






Aku bukan seorang yang mudah jatuh cinta pada nakhluk adam namun aku akhirnya jatuh juga. Enam belas tahun menyimpan pertanyaan, dan akhirnya aku menemukan jawabannya. Ini bukan tentang jodoh atau tentang janji selamanya. Ini hanya perasaan yang lebih dari suka, hanya peduli yang lebih dari teman, hanya tatapan hangat yang berarti, hanya kehadiran yang membuatku ingin dan inginkan dirinya lebih dari apapun. Namun, aku lalu menyadarkan diriku. Terlalu cepatkah semua ini terjadi?
Segala keindahan turun bersama dirinya. Ditatapnya seakan menembus hati. Seakan dia membaca hatiku yang terdalam , mendapati diriku tidak berdaya tersudut bersama perasaan yang memalukan ini.
Ini mudah aku hanya perlu kembali di masa saat aku baik baik tanpa dia. Hindar kan aku darinya. Seandainya aku bisa melupakannya, namun sedetikpun dia tidak bisa keluar dari hati dan pikiranku. Demi Tuhan, apa yang terjadi?
Namun melupakannya membuatku merasa kehilangan yang ada aku justru tersiksa merindukannya.
Namun tanpa dia aku tidak akan baik baik saja. Justru aku semakin tersiksa di buatnya.
Aku tidak bisa melakukan apapun. Segalanya terasa salah. Aku tidak bisa berhenti memikirkannya. Sial, sial, sial!
Aku tidak pernah merasa sebenar ini, sebenar saat ia berkata  tidak akan membiarkanku terjatuh. Aku tidak tahu arti makna kata itu untuknya, yang pasti aku memamknai kalimat yang keluar dari mulutnya sendiri itu sangat dalam dan terukir dalam di benakku.
Enam belas tahun memahami cinta itu apa dan sekarang tatapan itu, kehadiran itu selama beberapa minggu membuatku kepayang di buatnya. Apa sepadan?
Semakin hari menginginkannnya lebih dan lebih. Dan lagi, tedapat tapi dalam asaku. Kecukupan itu, aku harus bertahan di dalamnya. Menarik diriku jauh jauh dari perasaan yang meneggelamkan itu.
Ya benar.
Aku takut. Aku takut jatuh dan aku takut sakit. Sakit hati yang orang orang bilang lebih sakit dari sayatan pedang. Aku tertawa saat mendengar ucapan itu untuk petama kali, namun kalimat itu tengiang di kepalaku seakan menghantuiku, membuatku penasaran akan sakit hati yang banyak orang katakan.
Keputusan yang aku buat justru membuatku ragu. Aku tidak akan mengatakan suka, tidak akan memintanya berada disisiku, tidak akan membebaninya dengana perasaanku. Terkadang aku ingin menangis merasakannya, tidak berdaya di dalam ketidak mampuanku. Terkadang aku ingin tersenyum sepanjang hari begitu bahagia merasakan nyamannya kehadirannya dan hangatnya tatapan itu. Dan sering aku menemukan diriku sendiri dalam khayalan yang memabukkan.
Lidahku kelu mengakuinya. Pertanyaan itu menyergapku, merasuk dalam hatiku. Mampukah aku tanpanya? Tidak merasakan kehadirannya, jika nanti dia jauh di sana, bagaimana denganku? Bisa kah aku hidup tanpanya.
Atau kah persaan ini bukan hanya suka, bukah hanya cinta pertama, namun cinta sejati?
Hidup ini tentang pilihan. Membuat suatu keputusan dan menerima konsekuensinya.
Aku menata masa depanku. Aku akan begini, aku akan begitu, dan selanjutnya seperti itu. Dan bagaimana jika semua terjadi di luar kendali? Aku tidak pernah merencanakan akan jatuh cinta. Tapi dia telah datang. Duniaku berhenti berputar sesaat, aku tidak lagi menapak di tanah ini dan gravitasi menolakku untuk berada di bumi, aku melayang bersama perasaanku. Melayang jauh tinggi dan aku menunggu saat aku terjatuh terhempas bersama hatiku.
Aku tidak mau. Bahkan untuk membayangkannya membuatku enggan. Sesakit apakah saat itu? Aku tidak mau jatuh cinta, tapi aku telah terlanjur tenggelam. Tolong aku, siapapun!
Rasanya sesak saat dia berada disisku, separuh bagian dari diriku berjuang melawan kehadiran raga itu , dan sebagiannya lagi merasa lega raga itu ada di dekatku. Lalu bagaimana?
Pernah aku berpikir tentang bagaimana hubungan ini berlanjut dan saat aku bertemu dengannya semua rencana itu berantakan. Aku tidak bisa melakukan apapun, bahkan mengucapkan namanya. Betapa perasaan ini membodohiku.
Ini lebih rumit. Aku dan orang tuaku, aku dan dia, dia dan orang tuaku. Ini adalah hidupku. Hal yang aku sebut kepercayaan dan Tuhan. Aku tidak akan menentang orang tuaku dan kepercayaan yang aku hidup dengannya sepanjang aku bernafas sampai detik ini dan masa yang akan datang.
Hanya seperti ini? Sudah selesai kah?
Belum.
Nuraniku meronta menginginkannya, namun merelakan adalah hal yang bisa aku coba lakukan. Aku tidak akan merusak masa depanku hanya karena dia. HANYA? Dia  bukan hanya HANYA. Dia terasa segalanya bagiku. Namun dia terlalu mudah untuk menjadi alasan hidupku. Seberharga itu kah dia?
Aku tidak tahu. Aku tidak berani mengatakan “iya” atau “tidak”. Berbohong dan jujur terasa sama sama pahit saat ini.
Mereka bilang tidak apa-apa. Tapi ini aku, aku yang mengambil keputusan dan yang menjalani. Orang orang itu hanya membuat kalimat untukku saja dan tidak membayar kesalahan bersamaku jika aku salah bahkan jika aku terjatuh mereka masih berdiri di sana tertawa menikmati damainya hidup mereka. Jadi, sekali lagi. Ini hidupku.
Aku telah belajar. Mempelajari kesalahanku. Mempercayai mereka dan menaruh harapan pada pundak seseorang. Dan “tidak”, aku tidak akan melakukannya lagi. Lebih baik melakukannya sendiri dan gagal. Hal itu berkali kali lipat lebih baik dari pada mereka menghancurkan kepercayaanku dan menginjak harapanku.
Cinta pertama, remaja, aturan, orang orang, sekolah, rumah, dan Tuhan.
Dia. Aku bisa memimpikannya selama semusim hanya karena dia mengucapkan namaku, hanya karena dia melemparkan senyum, hanya karena dia menatapku dengan cara itu, hanya karena aku merindukannya.
Aku merindukanya, dan sering terjadi.
Aku tidak akan berteriak meminta Tuhan membuatnya jadi milikku. Itu tidak akan mengubah apapun. Aku memiliki kepercayaan. Jika dia adalah takdirku, dia akan kembali padaku entah berapa lama aku menunggu, entah dimana aku berada, entah apapun yang terjadi. Namun jika pun tidak, Tuhan telah menggariskan hal yang ribuan kali lebih baik dari tidak. Ya walau meski sampai sekarang aku berpikir dia adalah satu dan satu satunya. Tidak terganti.
Aku memiliki kepecayaan, tapi aku tidak memiliki keberanian.
Aku bodoh. Aku tahu.
Mengenalmu, memahami sehari hari. Ini adalah pemujaan, pengagguman. Menyikasaku untuk menahan rasa yang nyaris tumpah ini sendirian. Semakin hari rindu ini menggebu, rasa ini merasuk makin dalam dan dalam.
Aku tidak bisa bilang, aku tidak akan berjanji aku tanpamu.
Seakan melodi dalam musikku.
Sepi saat tidak ada dirimu, hampa dan aku hanya bisa diam. Hati itu tidak tersentuh, namun hasrat ku ini makin menggila. Teteskan lara. Kala hati itu di miliku seorang yang lain, mungkin itu akan membunuh diriku. Mungkin aku sudah tidak bisa jauh cinta lagi. Semua bagian dariku telah habis untuk mencintainya. Aku tidak memiliki apapun lagi. Bahkan untuk mencinta seorang yang lain.
Seharusnya ini menjadi kisah yang indah.
Bukankah terlalu cepat untuk mengatakan hal yang jauh itu? Ya memang, dan aku telah melakukannya. Aku sudah memikirkannya, memaknani setia bayangnya yang mengisi relungku ini.
Kami berada di polar yang berbeda. Perih ini menghujam jantungku, perasaan ini mematikan warna dalam kasihku. Ini seharusnya milik kita berdua, namun ini hanya milikku karena kau tidak menginkanku.
Cinta pertama
Apa yang bisa aku lakukan?
Tidak ada.

No comments:

Post a Comment

Coment